Siswa Indonesia Ikuti Konferensi THIMUN, Den Haag
Eddi Santosa – detikcom
Den Haag – Dalam konferensi The Hague International Model United Nations (THIMUN) itu mereka belajar berdiplomasi dan berdebat lintasbangsa. Isu illegal logging disampaikan.
Konferensi internasional khusus siswa sekolah menengah pertama, yang membahas isu-isu dunia ala ‘PBB orang dewasa’ di New York, itu berlangsung di Congresgebouw (Gedung Kongres), Den Haag, dari 22/1/2006 dan akan diakhiri hari ini (27/1). Konferensi ke-XXXVIII tersebut mengangkat tema pokok Promosi Kesetaraan Gender.
Siswa-siswa Indonesia yang ikut konferensi THIMUN itu berasal dari Sekolah Kedutaan Indonesia di Wassenaar, Den Haag atau dikenal dengan SIN (Sekolah Indonesia di Nederland). Mereka yang memainkan peran sebagai diplomat itu dibagi ke dalam komisi-komisi, layaknya sidang di New York sana, terdiri dari Kepala Delegasi Ajeng Kinanti dan Yosephine Nauli di General Assembly (Sidang Umum), Arif Rahman Wicaksono dan Virginia Laili (Komisi Lingkungan), Avidyarahma (ECOSOC), dan Sri Indah Cahyani (Perlucutan Senjata).
Guru pembina atau Model United Nations (MUN) Director menurut terminologi THIMUN, Iskandarsyah, kepada detikcom mengatakan bahwa forum seperti THIMUN tersebut merupakan sarana pendidikan di luar kelas yang sangat bermanfaat bagi siswa, terutama untuk belajar berdiplomasi dan berdebat dengan siswa lintasbangsa.
“Untuk konteks di tanah air mungkin model seperti ini bisa dicontoh, misalnya dengan membuat simulasi MPR/DPR, supaya siswa bisa belajar menyampaikan pendapat dan berdebat dengan baik. Supaya kelak muncul politisi yang beradab, tidak gampang ricuh dan terkesan semrawut seperti sekarang,” demikian Iskandarsyah.
Illegal Logging
Sidang-sidang para diplomat cilik itu lumayan menggigit. Di Komisi Lingkungan, Sub Komisi 2, Arif Rahman Wicaksono menyerukan agar hutan-hutan yang ada harus dipertahankan. “Illegal logging yang merusak lingkungan harus diberantas dan pelakunya dihukum sangat berat,” katanya.
Selain itu dia juga mengkritisi soal pencemaran udara. Dia mengusulkan agar pemerintah negara-negara di dunia menekan gas buangan karbondioksida (CO2) supaya polusi bisa dikurangi.
Teman Arif di Komisi Lingkungan, Sub Komisi 1, Virginia Laili menyampaikan usulan agar dipasang sistem peringatan agar kedatangan tsunami bisa diketahui secara dini. Soal bantuan rehabilitasi, rekonstruksi dan upaya preventif setelah bencana alam tsunami di samudera India juga dia singgung.
Sementara itu Ajeng Kinanti di Komisi 2 SU, yang membahas bidang ekonomi dan keuangan mengusulkan supaya PBB mengkoordinasi dengan kuat bantuan kemanusian dan bantuan bencana kepada negara-negara yang tertimpa. “PBB juga perlu benar-benar menindaklanjuti dan mengimplementasikan janji-janji negara donor untuk membantu keuangan bagi pembangunan,” demikian Ajeng.
Di Komisi 3 SU, yang membidangi masalah sosial, kemanusiaan, dan kebudayaan,Yosephine Nauli menyuarakan agar dunia memproteksi hak-hak anak-anak agar mendapatkan perhatian dari negara. Avidyarahma di Komisi ECOSOC menaruh perhatian pada masalah kesetaraan dan pemberdayaan perempuan di Afrika. Avi tidak secara spesifik mengangkat isu tersebut dengan konteks Indonesia.
Sedangkan Sri Indah Cahyani dikomisi Perlucutan Senjata, Sub Komisi 2, berusaha memperjuangkan agar masyarakat internasional melarang penggunaan anak-anak di bawah umur atau masa usia sekolah untuk menjadi tentara. (es)
Sumber: Detik.com