Kelulusan UN 2006
Kelulusan UN 2006
Hasil ujian nasional atau UN tahun 2006 untuk jenjang SMA atau sederajat, Senin (19/6), diumumkan serentak di seluruh wilayah Tanah Air. Angka kelulusan UN kali ini tergolong luar biasa, dalam arti pencapaiannya naik dibanding UN tahun 2005. Padahal, angka standar kelulusan tahun ini juga lebih tinggi.
Dalam jumpa pers di Gedung Depdiknas, Jakarta, kemarin, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suhendro, mengungkapkan, untuk sekolah menengah atas (SMA) , angka kelulusan naik dari 80,76 persen naik menjadi 92,50 persen. Untuk madrasah aliyah (MA), dari 80,73 persen menjadi 90,82 persen. Adapun untuk sekolah menengah kejuruan (SMK), dari 78,29 persen menjadi 91,00 persen.
Sejumlah provinsi yang selama dianggap tertinggal dari sisi tingkat kelulusan, mencatat kelulusan secara fantastis. Papua misalnya, untuk SMA naik dari 44,37 persen menjadi 84,54 persen. Di Bengkulu kenaikan signifikan tak hanya untuk SMA yang naik dari 49,36 menjadi 89,77 persen, tetapi juga pada MA yang naik dari 37,10 persen menjadi 77,50 persen, serta SMK 32,52 persen jadi 71,04 persen.
BSNP juga mencatat terjadinya peningkatan nilai rata-rata untuk setiap mata pelajaran yang di-UN-kan tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Untuk SMA, misalnya, nilai Bahasa Indonesia naik dari 6,57 menjadi 7,52. Bahasa Inggris dari 6,12 menjadi 7,54. Matematika/Ekonomi/Bahasa Asing dari 6,54 menjadi 6,94. “Itu mencerminkan terjadinya peningkatan mutu pendidikan menengah secara nasional,” ujar Bambang Suhendro.
Tujuh yang Nol Persen
Meski demikian, Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta menemukan, seluruh siswa di enam SMA dan satu SMK swasta di Jakarta tingkat kelulusan nol persen. Artinya, tidak satu pun siswa kelas tiga di tujuh sekolah tersebut lulus UN 2005/2006.
“Enam SMA dan satu SMK itu semuanya sekolah swasta dan tersebar di seluruh wilayah Jakarta,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI, Margani Mustar. Namun Margani belum bersedia menyebut nama ketujuh sekolah itu. “Saya masih harus mengecek datanya dulu,” kata Margani hati-hati.
Secara keseluruhan, tambahnya di Jakarta terdapat 6.906 siswa, atau 5,8 persen dari 118.741 SMA dan SMK tidak lulus UN pada tahun ini. Tingkat kelulusannya 85 persen. Kelulusan UN ini dumumkan Senin (19/6). Siswa yang ikut UN dari 116 SMA negeri, dan 380 SMA swasta 380 sekolah, 60 SMK negeri dan 516 SMK swasta.
Margani menjelaskan, dari 62.179 siswa SMA yang mengikuti ujian, di antaranya 58.504 atau 94,09 persen dinyatakan lulus. Sedangkan 3.675 siswa atau 5,91 persen tidak lulus ujian. Sementara dari 56.562 siswa SMK yang mengikuti ujian, sebanyak 53.331 atau 94,29 persen dinyatakan lulus dan 3.231 atau 5,71 persen tidak lulus. Nilai rata-rata untuk SMU 7,58 dan SMK 6,96.
Mata pelajaran yang paling banyak menyebabkan siswa tidak lulus adalah Matematika. “Hanya 138 siswa SMA dan 207 siswa SMK yang mendapat nilai 10.”
Di Depok
Mutu pendidikan di Kota Depok menurun, terbukti dari ranking pendidikan Kota Depok se-Jawa Barat menempati urutan ke-24 dari 25 kabupaten/kota se-Jawa Barat. Tahun 2005 lalu, Depok berada di urutan ke-23.
“Ini berarti ada penurunan peringkat,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Amri Yusra, Senin (19/6). Amri mengatakan penurunan peringkat ini ada kaitan dengan kejujuran murid, guru dan kepala sekolah dalam ujian nasional. Wali Kota Nur Mahmudi Isma’il sudah memerintahkan agar keterlibatan oknum yang terlibat pembocoran jawaban ujian Negara diusut, bahkan didorong untuk dihukum.
“Lebih baik fair saja. Daripada lulus tapi tidak laku di pasaran. Ini kan sama dengan membohongi. Kasihan para siswa,” kata Amri yang juga kader Partai Keadilan Sejahtera.
Hasil Ujian Nasional di Depok, 80 siswa SMA tidak lulus, atau 5,87 persen dari 4.770 peserta ujian SMA. Sedangkan 285 siswa SMK tidak lulus atau 5,57 persen dari 5.121 peserta ujian SMK.
Hanya Sekali Ujian
Pada bagian lain, Bambang Suhendro menjelaskan BSNP menyimpulkan, hasil yang menggembirakan itu, antara lain disebabkan oleh dampak positif dari dinaikkannya batas ambang kelulusan untuk rata-rata nilai dari 4,25 menjadi 4,50 dengan tetap mempertahankan standar 4,25 untuk setiap mata pelajaran. Hal itu juga tak lepas dari kebijakan hanya sekali ujian bagi siswa pada tahun ini.
Ditanya tentang seberapa jauh kesimpulan BSNP tersebut bisa dipertanggungjawabkan di tengah munculnya kasus-kasus kecurangan dalam penyelenggaran UN, Bambang tetap yakin akan kebenaran data-data statistik. Apalagi, ujian kali ini melibatkan tim pemantau independen.
Keyakinan Bambang diperkuat oleh penjelasan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas, Burhanuddin Tola. Keduanya mengkui bahwa di sejumlah daerah muncul gejala tidak jujur di kalangan siswa peserta ujian dan guru pengawas dengan cara penyebaran kunci jawaban melalui SMS (layanan pesan singkat). Namun, setelah ditelaah, ternyata kunci jawaban pada isi SMS tidak seluruhnya benar.
Bambang dan Burhanuddin juga tetap bertahan pada prinsip semula bahwa nilai hasil UN hanya merupakan salah satu pertimbangan kelulusan. Nilai mata pelajaran lain juga menjadi pertimbangan, termasuk prestasi belajar di Kelas I-III.
Sejumlah siswa SMA gagal lulus karena tersandung salah satu mata ujian, namun siswa itusudah dinyatakan lulus di perguruan tinggi negeri melalui jalur sejenis penelusuran bakat dan minat. Bayu Taruna, siswa SMA Negeri 71 Jakarta misalnya, sudah dinyatakan lulus (bebas tes) melalui jalur penelusuran bakat dan minat di Universitas Brawijaya Malang, tetapi ternyata tidak lulus UN karena nilai Matematikanya di bawah 4,5 meski nilai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris 8,8 dan 9,2.
Harus mengulang
Terhadap siswa yang tidak lulus UN, Burhanuddin menegaskan bahwa untuk memperoleh surat kelulusan yang bersangkutan harus ikut ujian pada tahun berikutnya. Karena, tahun ini tidak ada ujian susulan.
Namun siswa yang bersangkutan tidak perlu ujian ulangan pada semua mata pelajaran. Yang diulang hanyalah mata pelajaran yang menjadi sandungan itu.”Solusi lainnya, bisa juga mengikuti ujian kesetaraan paket C,” kata Burhanuddin.
Apakah siswa yang tak lulus harus ikut duduk kembali di kelas III belajar bersama adik-adik kelasnya? Burhanuddin menjawab, “Hal itu terpulang pada kebijakan sekolah. Bisa iya, bisa tidak. Yang pasti, karena sifatnya mendidik, nilai mata pelajaran yang sudah memenuhi syarat kelulusan tak perlu diulang. ”
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan tenaga Kependidikan Fasli Jalal, mengatakan, dinamika dan aspirasi yang berkembang akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menyempurnakan format ujian nasional tahun berikut.
Sumber:http://www.depdiknas.go.id/go.php?a=1&to=f899
SiiKasev
12/03/2008 @ 11:44 am
saya seorang siswa SMA yang sebentar lagi akan mengikuti UJIAN AKHIR NASIONAL.
Saya tidak takut pada UAN, tapi pada kenyataannya UAN itu tidak adil.
nasa saya udah cape” 3 tahun sekolah harus gagal cuman karena 1 pelajaran yang kurang saya kuasai!!!!!
padahal menurut pendapat saya KITA HIDUP TIDAK DISELAMATKAN OLEH PENDIDIKAN MELAINKAN OLEH KETERAMPILAN.
Harusnya pemerintah mikir donkk….
masa siswa yang pinter Bahasa Inggriss misalnya harus gagal UAN cuman karena dia ga pinter fisika!!!!
aneh banget kan?????
emang pemerintah ga pernah mikir sejauh itu ya???
aneh ah!!!
kalu boleh saya pengen banget bisa ngobrol ama Bambang Sudijo!
saya pengen nanya dasar dia ngadain UAN itu apa sih??????
tama
23/03/2008 @ 9:08 am
mang ny gag ada yang terbaru
raden mas ical
05/05/2008 @ 9:32 pm
sabar sabar mbak,,memang hidup ini berat